Cinta yang seperti kopi pahit




Mereka bilang kau bisa menemukan filosofi cinta dalam segelas kopi.

Mungkin mereka benar. Orang-orang itu. Para penyuka kopi. Tentang komparasi filosofi kopi dan cinta.

02.00 dinihari. Restoran cepat saji. Di bangku luar yang bisa memandang jalanan. Aku memesan makanan untuk sahur dan kopi hangat. Kopi yang gulanya harus menyobek dulu. Aku sudah mencampurnya dengan 3 sachet gula. tapi tetap saja terasa pahit. 
Awal-awal meminumnya terasa pahit. anehnya, aku terus meminumnya dan doyan, bahkan ingin kuhabiskan. Bukan berarti aku jadi suka kopi pahit, aku tetap suka kopi manis.
Kopi pahit itu terus kuminum, seteguk demi seteguk.

Dan tiba-tiba aku tersadar.
mungkin cinta seperti itu. Aku selalu mengira cinta itu seperti coklat. Manis, meleleh di lidah dan memberikan perasan menyenangkan. Mmmm.. Melayang-melayang.
Tapi cinta juga ternyata seperti kopi pahit.


Aku memikirkan kilas balik beberapa kisah cintaku.
Pernah aku menyukai seseorang, dan aku tahu dia tak terlalu tertarik menyukaiku balik. Tapi aku terus berharap dan mencoba menarik perhatiannya sementara ia tak terlalu antusias dengan perhatianku.
Rasa cinta tak terbalas itu, sialan. Sangat pahit.

ada dingin senyummu yang menyamai malam di hitam kopiku malam  ini. perlahan menyeruput hangatnya; menyeruput habis pahitnya. 

Tapi aku terus menerus menyukai gadis itu. terus menerus minum kopi pahit.
Secara sadar.
Tak kuhiraukan rasa kebas di lidah. Di hati.
Hingga akhirnya kopi itu habis dan hanya tersisa ampasnya.
Lalu aku sadar, usahaku percuma.
She doesn't love me. She's just not that into me.
Seperti ampas kopi.
Aku pun berhenti berusaha membuatnya menyukaiku, lalu aku menarik diri.

Barangkali, ini semua adalah lelucon; lelucon pahit yang larut dalam hitam pekat kopi.

Setelahnya mungkin aku bisa memesan segelas coklat. yang selalu kupercayai  selalu memberikan rasa manis. Rasa manis yang tak perlu kutambahkan gula. Sudah seperti adanya.

18 juli 2015

Moksanya Sepasang Suami Istri di Candi Pari

dipublish di East Java Traveler
3 Maret 2014

Sepasang suami istri pernah tinggal di Desa bernama Kedungras, yang saat itu merupakan salah satu desa penyuplai padi untuk Kerajaan Majapahit. Pasangan suami istri itu bernama Joko Pandelegan dan Nyai Roro Walang Angin. Seiring waktu sebagai balas jasa, mereka kemudian diajak ke Majapahit untuk dinaikkan derajatnya. Alih-alih menerima anugerah itu dengan senang hati, mereka malah menolak dengan alasan ingin mempertahankan Desa Kedungras sebagai sumber penyuplai padi bagi kerajaan.

Candi Jawi, Persembahan Terakhir Raja Kertanegara

dipublish di East Java Traveler
7 Maret 2014

Bebatuan andesit itu bertumpuk hingga berdiri menjulang. Selintas suasana di sekitarnya sepi tak berarti. Siapa sangka, jika di dalamnya tersimpan sebagian abu raja terakhir dari Kerajaan Singosari. Raja Kertanegara yang berjaya di masanya.
Dan di sinilah, pernah menjadi pusat domisilinya pengikut raja yang beraliran Tertrayana, perpaduan Hindu Budha. Tak salah, bila bangunan candi yang berada di Prigen, Pandaan, Kabupaten Pasuruan ini bercorak perpaduan dua budaya, Hindu Budha, yang dikenal dengan sebutan Candi Jawi.

SSCS, Jejaringnya Anjal Surabaya

dipublish di East Java Traveler
19 Februari 2014


”Bu Risma, rumah saya digusur. Saya mau minta rumah yang layak,” dari Riska untuk Bu Risma. Itulah tulisan polos dari salah satu anak yang bernama Riska saat diminta menulis surat untuk siapa saja. Riska adalah penghuni stren kali Jalan Gemblongan, Surabaya.

Lumer Legit Kue Lumpur

dipublish di East Java Traveler
7 Maret 2014

Kue lumpur adalah salah satu jajanan tradisional turun temurun sejak dulu. Bagi warga Sidoarjo dan sekitarnya keberadaaan Kue Lumpur Bu Lilik sudah tak asing lagi. Keberadaannya di bilangan Jalan Hang Tuah 45 Sidoarjo seakan tak pernah surut oleh pembeli.
Kue Lumpur Bu Lilik terkenal karena citarasanya. Dari bentuk dan tekstur kue lumpur Bu Lilik tak jauh berbeda dengan jajanan kue lumpur lain. Namun pendapat ini akan berubah setelah mencobanya langsung. Bentuknya yang bulat dengan tekstur lumer dan legit rasanya di mulut sungguh memanjakan lidah.

Ragam Bentuk Bordir Bangil

dipublish di East Java Traveler
15 Februari 2014


Kabupaten Pasuruan Jawa Timur, selain terkenal dengan potensi alam dan budayanya seperti Kebun Raya Purwodadi, dan Taman Safari Prigen serta potensi sektor industri dengan Pasuruan Industrial Estate Rembang (PIER)-nya di wilayah seluas 147.401,50 Ha ini juga terdapat potensi kerajinan bordir terutama dengan julukan di salah satu kota kecamatannya, Bangil Kota Bordir atau sering disingkat Bangkodir.
Mampir saja ke Sentra Bordir Bangil yang juga merupakan sekretariat Asosiasi Pengusaha Bordir (Aspendir) Kabupaten Pasuruan. Karena di tempat ini tersedia berbagai pilihan souvenir menarik dan pernak pernik hasil kreasi dan kerajinan bordir dari berbagai wilayah Pasuruan.

Apa Kabar Bangkodir?

dipublish di East Java Traveler 17 Februari 2014


Seorang pria tampak berdiri mengawasi sebuah mesin bordiran yang sedang menjahit dan menyulam beberapa kain. Sementara di belakang mesin tersebut, seorang wanita tengah menata dan membungkus beberapa pakaian.
Di sekeliling mereka banyak terdapat pajangan-pajangan pakaian-pakaian dan beberapa barang lain bak pemandangan di dalam sebuah butik modern. Diantaranya kebaya, tutup makanan, sepatu, mukena, kerudung dann banyak aksesori-aksesori cantik lain.

Ubaya Orchestra

Ubaya Music Concert Orchestra. Minggu 01 Oktober 2016