dipublish di East Java Traveler
7 Maret 2014
7 Maret 2014
Bebatuan andesit itu bertumpuk hingga berdiri menjulang. Selintas
suasana di sekitarnya sepi tak berarti. Siapa sangka, jika di dalamnya
tersimpan sebagian abu raja terakhir dari Kerajaan Singosari. Raja
Kertanegara yang berjaya di masanya.
Dan di sinilah, pernah menjadi pusat domisilinya pengikut raja yang
beraliran Tertrayana, perpaduan Hindu Budha. Tak salah, bila bangunan
candi yang berada di Prigen, Pandaan, Kabupaten Pasuruan ini bercorak
perpaduan dua budaya, Hindu Budha, yang dikenal dengan sebutan Candi
Jawi.
Candi Jawi dibangun sekitar abad 13 pada jaman Kerajaan Singosari.
Pada tahun 1331, yakni sekitar jaman Kerajaan Majapahit, Candi Jawi
runtuh separuh karena tersambar petir. Kemudian akhirnya dilakukan
penataan ulang berdasarkan bentuk aslinya, di mana bentuk aslinya
terukir di relief sebelah utara. Pemugaran candi pun didasarkan atas
relief tersebut. Relief itu melukiskan keadaan bangunan candi. Terdapat
kolam yang mengelilingi candi beserta hiasan bunga-bunga teratai yang
besar-besar, letak candi yang di atas teras, candi perwara (pendamping)
di depan candi yang sekarang bentuk asli Candi Jawi yang menjulang
tinggi, serta candi bentar (pintu gerbang).
Candi Jawi pembangunannya menggunakan batu andesit, seperti
kebanyakan peninggalan Kerajaan Singosari, tapi pada beberapa bagian
seperti parit, pagar tembok keliling serta pada Candi Bentar menggunakan
batu bata. Diperkirakan menurut Aan, juru kunci Candi Jawi karena di
tempat tersebut merupakan perbatasan Kerajaan Singosari dan Kerajaan
Majapahit, sehingga menggunakan bahan pembuatan candi yang berbeda.
Pemugaran pun sempat dilakukan pemerintah tahun 1975-1980, dan
diresmikan tahun 1982. Karena sebab keruntuhan saat penemuan, pemugaran
beberapa bagian candi harus ditambahkan dengan batu andesit baru untuk
menambal bagian candi yang rusak. Tanda untuk membedakan batu andesit
lama candi dengan batu andesit baru, adalah seperti paku baja yang
ditancapkan di tengah-tengah batu tersebut yang menandakan itu batu baru
yang ditambahkan setelahnya.
Yoni dan Lingga
Ukiran relief pada Candi Jawi masih belum ada ahli arkeologi dan purbakala yang bisa membaca dan menerjemahkan makna dibaliknya, hanya cara membacanya saja yang sudah diketahui yakni searah jarum jam. Selain ukiran relief juga terdapat ukiran burung merak di bagian sudut bawah samping candi dan ukiran Mahakala di atas pintu masuk. Mahakala dalam ajaran Hindu bertugas menjaga pintu gerbang Surga Dewa Siwa.
Ukiran relief pada Candi Jawi masih belum ada ahli arkeologi dan purbakala yang bisa membaca dan menerjemahkan makna dibaliknya, hanya cara membacanya saja yang sudah diketahui yakni searah jarum jam. Selain ukiran relief juga terdapat ukiran burung merak di bagian sudut bawah samping candi dan ukiran Mahakala di atas pintu masuk. Mahakala dalam ajaran Hindu bertugas menjaga pintu gerbang Surga Dewa Siwa.
Saat sudah masuk bilik candi, kita akan mendapati altar kecil yang
disebut Yoni. Menurut Aan, sebenarnya di tengah-tengah batu yoni
tersebut terdapat batu lingga, tapi hilang saat penemuan candi.
Perpaduan yoni dan lingga adalah simbol untuk kesuburan laki-laki dan
perempuan. Perpaduan tersebut juga bisa diartikan sebagai arca Dewa
Siwa.
Saat upacara keagamaaan, Dewa Siwa disiram air di mana air tersebut
mengalir ke celah saluran air kemudian turun ke bawah untuk ditampung.
Air yang telah melalui proses tersebut dinamakan Air Suci Amerta. Air
Amerta itulah yang kemudian dalam ritual sering dicipratkan ke para
peserta ritual.
Lalu tengokkan kepala ke atas, maka akan didapati ukiran Dewa Batara
Surga yang sedang mengendarai kuda dan diatasnya lagi terdapat Dewa
Matahari Batara Surya, maka dari itu Candi Jawi arahnya menghadap terbit
matahari.
Sementara pada bagian belakang pos jaga, terdapat ruangan kecil yang
digunakan untuk menempatkan bebatuan candi yang tak dapat disusun lagi.
Menurut Aan, sebenarnya banyak reruntuhan candi yang masih hilang.
Selain karena proses jaman juga banyak yang diangkut ke Belanda saat
jaman penjajahan.
Banyak peninggalan Candi Jawi yang telah diangkut ke luar negeri
seperti Belanda dan pemerintah Indonesia sendiri sudah meminta untuk
dikembalikan. “Tapi mereka tidak mau, dengan alasan dulu dimana saat
masih bisa merawat sendiri. Sebenarnya ini juga kesalahan kita yang
kurang menghargai kebudayaan kita sendiri,” pungkas Aan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Comment..
Semakin banyak komentar yang diberikan semakin semangat saya mengupdate blog saya..
OK Thok!!!