Kibaran bendera, tarian remaja, tabuhan drum, lambaian tangan, detak kaki kuda, harum bunga-bunga, putaran sepeda, gemulai barongsai, pekik nyanyian, senyum menyapa dan gelak tawa adalah pemandangan familiar yang Anda rasakan bila kemarin menghadiri acara parade dan pawai bunga Surabaya 2018 yang bertajuk Surabaya Vaganza. Di tengah cuaca terik tidak menghalangi ribuan warga kota Surabaya (termasuk saya) rela berpanas-panasan dan bahkan ‘ngelesot’ di trotoar.
Cinta yang seperti kopi pahit
Mereka bilang kau bisa menemukan filosofi cinta dalam
segelas kopi.
Mungkin mereka benar. Orang-orang itu. Para penyuka kopi. Tentang
komparasi filosofi kopi dan cinta.
02.00 dinihari. Restoran cepat saji. Di bangku luar yang
bisa memandang jalanan. Aku memesan makanan untuk sahur dan kopi hangat. Kopi yang
gulanya harus menyobek dulu. Aku sudah mencampurnya dengan 3 sachet gula. tapi
tetap saja terasa pahit.
Awal-awal meminumnya terasa pahit. anehnya, aku terus
meminumnya dan doyan, bahkan ingin kuhabiskan. Bukan berarti aku jadi suka kopi
pahit, aku tetap suka kopi manis.
Kopi pahit itu terus kuminum, seteguk demi seteguk.
Dan tiba-tiba aku tersadar.
mungkin cinta seperti itu. Aku selalu mengira cinta itu
seperti coklat. Manis, meleleh di lidah dan memberikan perasan menyenangkan.
Mmmm.. Melayang-melayang.
Tapi cinta juga ternyata seperti kopi pahit.
Aku memikirkan
kilas balik beberapa kisah cintaku.
Pernah aku menyukai seseorang, dan aku tahu
dia tak terlalu tertarik menyukaiku balik. Tapi aku terus berharap dan mencoba
menarik perhatiannya sementara ia tak terlalu antusias dengan perhatianku.
Rasa
cinta tak terbalas itu, sialan. Sangat pahit.
ada dingin senyummu yang menyamai malam di hitam kopiku malam ini. perlahan menyeruput hangatnya; menyeruput habis pahitnya.
Tapi aku terus menerus menyukai gadis itu. terus menerus
minum kopi pahit.
Secara sadar.
Tak kuhiraukan rasa kebas di lidah. Di hati.
Hingga
akhirnya kopi itu habis dan hanya tersisa ampasnya.
Lalu aku sadar, usahaku percuma.
She doesn't love me. She's just not that into me.
Seperti ampas kopi.
Aku pun
berhenti berusaha membuatnya menyukaiku, lalu aku menarik diri.
Barangkali, ini semua adalah lelucon; lelucon pahit yang larut dalam hitam pekat kopi.
Setelahnya mungkin aku bisa memesan segelas coklat. yang
selalu kupercayai selalu memberikan rasa
manis. Rasa manis yang tak perlu kutambahkan gula. Sudah seperti adanya.
18 juli 2015
Moksanya Sepasang Suami Istri di Candi Pari
dipublish di East Java Traveler
3 Maret 2014
3 Maret 2014
Sepasang suami istri pernah tinggal di Desa bernama Kedungras, yang
saat itu merupakan salah satu desa penyuplai padi untuk Kerajaan
Majapahit. Pasangan suami istri itu bernama Joko Pandelegan dan Nyai
Roro Walang Angin. Seiring waktu sebagai balas jasa, mereka kemudian
diajak ke Majapahit untuk dinaikkan derajatnya. Alih-alih menerima
anugerah itu dengan senang hati, mereka malah menolak dengan alasan
ingin mempertahankan Desa Kedungras sebagai sumber penyuplai padi bagi
kerajaan.
Candi Jawi, Persembahan Terakhir Raja Kertanegara
dipublish di East Java Traveler
7 Maret 2014
7 Maret 2014
Bebatuan andesit itu bertumpuk hingga berdiri menjulang. Selintas
suasana di sekitarnya sepi tak berarti. Siapa sangka, jika di dalamnya
tersimpan sebagian abu raja terakhir dari Kerajaan Singosari. Raja
Kertanegara yang berjaya di masanya.
Dan di sinilah, pernah menjadi pusat domisilinya pengikut raja yang
beraliran Tertrayana, perpaduan Hindu Budha. Tak salah, bila bangunan
candi yang berada di Prigen, Pandaan, Kabupaten Pasuruan ini bercorak
perpaduan dua budaya, Hindu Budha, yang dikenal dengan sebutan Candi
Jawi.
SSCS, Jejaringnya Anjal Surabaya
dipublish di East Java Traveler
19 Februari 2014
19 Februari 2014
”Bu Risma, rumah saya digusur. Saya mau minta rumah yang layak,” dari
Riska untuk Bu Risma. Itulah tulisan polos dari salah satu anak yang
bernama Riska saat diminta menulis surat untuk siapa saja. Riska adalah
penghuni stren kali Jalan Gemblongan, Surabaya.
Langganan:
Postingan (Atom)