Suatu Minggu di Dangdut LIVE

Catatan beberapa tahun yang lalu

8 Mei 2011. Libur dan sepeda motorku dipake kakak. Nggak ngapa-ngapain di rumah. Asli bosen. Secara nggak punya pacar (abaikan fakta ini). Akhirnya ngirim SMS ke kakak: 
"Dimana? Aku mau keluar. Bosen di rumah”
 Ga lama kakak kembali. “Ayo, kuajak kau ke suatu tempat”.
“Kemana?” tanyaku.
“Ke JTV. Liat dangdut LIVE”.
Aku sempet membeku sebentar untuk mencerna informasi ini. Li-at-dang-dut. HAH !!.
“Cuma mau liat proses pembuatannya aja di studio”.


Di stasiun TV lokal memang ada beberapa acara yang penonton bisa masuk gratis dan melihat langsung. Salah satunya: Acara Stasiun Dangdut. Asli, ini bukan ide yang kuinginkan untuk jalan-jalan keluar rumah, tapi daripada nggak ngapa-ngapain, akhirnya aku ijin 2 menit untuk mandi. Ya, cukup 2 menit. Kakak juga nyuruh pake sepatu, karena syarat masuknya harus pake sepatu. Aku langsung disodorin untuk make sepatu vantovel karena sepatuku ketinggalan di tempat kos. Ga ada kaos kaki, jadi akhirnya aku terpaksa tanpa kaos kaki, asli setelah itu kaki gerah abis. Kepanasan.


Dalam perjalanan, aku agak sedikit excited juga, aku udah mau update status facebook dan twitter buat ngabarin:
“Guys, liat stasiun dangdut JTV sekarang. Bila ada cowok culun berkacamata asyik joget-joget aneh, itu bukan aku. Aku mungkin asyik berdiri di posisi terdepan dan strategis untuk mencoba memotret penyanyi ceweknya”.
Kalian tahu kan? Pakaian mereka sexy-sexy. Aku belum pernah ke diskotik. Jadi ini kesempatan yang baik. Errrr… begitulah. Itu rencananya.

Ternyata kakak juga ngajak temennya. Jadi kita berangkat kesana pake dua motor. Nama temannya kita sebut saja Bambang. Ya, Bambang. Tampangnya Bad Boy, tapi ekspresinya mengisyaratkan dia belum pernah mendapatkan sentuhan wanita: melas abis. Dandanannya pake jaket merah dan celana jins kesempitan ala changcuters. Melihat Bambang aku jadi curiga sebenarnya ide siapa sebenarnya di hari libur malah memilih menghabiskan waktu menonton dangdut di studio TV lokal. Antara memang inign menonton proses pembuatan siaran di studio atau sebenarnya mengapresiasi visualisasi penyanyi dangdutnya yang suka bergoyang ekspresif.

Sampai disana, acaranya udah setengah jalan, dan cukup banyak juga yang nonton. Aku nggak tertarik liat penyanyinya, Aku lebih tertarik sama para penontonnya. Aku penasaran, tipe orang macam apa yang menghabiskan hari minggu dengan menonton acara dangdut. Dan inilah beberapa diantaranya:
Kakek-kakek yang antara entah lagi puber kedua, masa kecil kurang bahagia, atau masih energik dan ga tau harus ngapain di hari minggu atau sebenarnya tukang becak yang lagi refreshing. Aku lebih suka mempercayai yang terakhir. Dari yang kuperhatikan, ada dua kakek yang asyik joget: kakek gundul berkacamata hitam memakai kaos bertuliskan “RASA SAYANG”. Sebut saja kakek Nomor 1. Satunya lagi kakek ini juga berkacamata hitam, tapi ia memakai topi ala TOMPI, slayer kotak-kotak di leher, celana jins, dan baju hem dimasukkan plus sepatu vantovel. Keren. Sayang si kakek ini tidak memakai aksesori untuk menutupi gigi ompongnya mengingat ia sangat murah senyum. Kita sebut kakek ini: Kakek Nomor 2 . Si kakek No. 2 jika joget lebih heboh dari lagunya. Nada lagunya standar, tapi si kakek berjoget ala SKA maju mundur, dipadu dengan gaya kayuhan ala tukang becak lagi genjot, dan kadang dicampur gaya pencak silat. Heboh. Jelas kakek No. 2 punya energi yang memang harus disalurkan. Sedangkan si kakek No. 1, aku nggak terlalu merhatiin, tapi dia sempet ngagetin aku di pintu keluar waktu acaranya udah kelar: terlihat berlari-lari diantara lorong sambil make wig panjang, aku sempet ngira gayus juga mbayar petugas keluar sel untuk nonton dangdut. Setelah itu, aku tahu itu ternyata ulah iseng ibu-ibu (sepertinya teman-teman rombongannya yang juga ikut menonton dangdut) yang bersuka ria memasang wig di kepala plontosnya. Entah bagaimana mereka membujuk kakek ini untuk memasang di kepalanya. Mereka benar-benar kelompok yang rukun dan tahu caranya bersenang-senang. Luar biasa.
Kelompok penggemar dangdut yang memang khusus datang menonton dangdut dan berjoget ria. Mereka kompak memakai kaos bertuliskan nama kelompok mereka, contohnya: Paguyuban O.M. Candra Kirana. Anggotanya hampir semua ibu-ibu dan bapak-bapak. Ada juga anggotanya yang gaul dan mencat rambutnya pirang atau merah (aku jadi teringat TKW Hongkong yang kehilangan jati dirinya lalu mencat rambut mereka karena beberapa alasan). Mereka semua asyik joget bareng dan benar-benar menikmati acara ini.
-  Remaja-remaja cowok berpakaian jins ala changcuter yang entah udah bosen gentayangan di mall lalu nyasar kemari. Mungkin di imajinasi mereka ini mirip mengikuti acara musik Dahsyat
Pasangan suami istri yang juga membawa anaknya yang masih balita. (Tontonan Keluarga?)
Pria-pria kekar berotot, wajah preman tapi berjiwa dangdut. Aku sempet merhatiin, ada pria berotot yang goyangannya luwes banget ala penari ular. Nada lagunya standar, tapi jogetnya slow motion. Luar biasa. Kontras banget dengan jogetnya si kakek No. 2.


Ya, ternyata menghabiskan waktu menonton dangdut live di studio bukan rencana yang  buruk



 

It's a book

It's a book!!

By the way. Ini flashfiction humor yang tercipta tiba-tiba saat sedang chatting dengan teman via Yahoo Messenger. Jadi maaf bila sedikit ngawur dan ga jelas.

Tak tahu bagaimana mulanya, setiap kali dia menggunakan buku cerita sebagai bantal, ia memimpikan hal-hal dalam mimpi itu.Bahkan walaupun ia belum pernah membaca buku itu. Cerita-cerita dalam buku itu seolah merasuk dalam mimpinya dan berubah jadi nyata. Ia seperti mengalaminya secara langsung. Meski itu mimpi, hal itu terasa nyata. Jadi suatu hari, sebelum tidur. Ia mengambil sebuah buku dan menggunakannya sebgai bantal. Berharap cerita itu masuk dalam mimpinya. Buku cerita itu adalah buku yang sering diceritakan oleh kakeknya saat kecil. Tapi ia tahu kemudian, kakeknya mengubah sedikit cerita dan membuat cerita sendiri dalam bukunya sendiri menurut versinya yang lalu ia ceritakan padanya. Cerita aslinya sedikit kelam, tak cocok untuk anak kecil. Mungkin karena itulah kakeknya sedikit merubah versi cerita. Bagaimanapun ia terlanjur menyukai cerita itu, dan ingin merasakan langsung cerita dalam versi asli yang terwujud nyata dalam mimpinya. Dari rak koleksi kakeknya ia mengambil beberapa buku. Sesaat setelah memakai piyama, Ia memandang beberapa buku yang dijejernya : Brida, The Alchemist,  Putri Tidur, dan satu buku warisan kakeknya. 



Satu hal yang pasti, cerita dalam buku yang terakhir  versinya berbeda dengan cerita yang sudah umum disampaikan. Cerita ini lebih kelam, tragis dan berdarah. Tapi tentu saja, bukankah ini keren? Pikirnya. "Karena terkadang dalam kegelapanlah kau temukan cahaya kebijaksanaan” Begitu kata kakeknya. Akhirnya ia pun memutuskan. Memilih buku warisan kakeknya untuk ia gunakan sebagai bantal. Ia siap berpetualang. Kau tahu apa judul buku itu ?Buku itu berjudul : Matematika dalam cerita !! Buku Ilustrasi Cerita untuk pemahaman lebih." Bagaimanapun, ia perlu lulus ujian matematika besok. Bila tak lulus, apa kata dunia !!"
Muahuahuahua
Oke ini garing.. -___-