Persepsi saya tentang Gangnam Style dan Teori 11 Jam

Dari pengetahuan yang kubaca di suatu tempat: “Ketika kau bekerja lebih dari 11 jam, otakmu akan mulai melakukan hal-hal aneh”. Aku bekerja di lingkungan yang orang-orangnya terbiasa bekerja lembur lebih dari 8 jam. Bekerja sampai 12-14 jam adalah hal biasa di sini. Dan mungkin pernyataan awal diatas bisa menjadi alasan masuk akal kenapa orang-orang disini kadang juga melakukan hal-hal aneh. Beberapa diantaranya malah menjadi kebiasaan.

Ada yang suka sekali melakukan kejahilan. Malam-malam sembunyi di tempat tertentu dan menakut-nakuti rekan kerja lain terutama yang masih baru dengan suara-suara seram adalah yang paling favorit. Dan saat si korban dengan serius bercerita, efeknya bisa antara menahan diri untuk ketawa atau malah kemudian meragukan diri sendiri jangan-jangan memang ada hantu saking terdengar nyatanya pengalaman si korban (padahal sudah tahu dia sendiri pelakunya). Ada juga yang suka mencampur minuman teman dengan zat-zat tertentu seperti garam atau upil. Dulu bahkan ada yang suka jahil mencampur minuman dengan air kencing. Aku rasa aku pernah jadi korbannya, hanya saat itu aku tak tahu. Brengsek.



Untuk aku sendiri, setelah 11 jam lebih bekerja,  otakku (bukan aku pribadi loh ya) suka menyuruh tubuh untuk tiba-tiba joget, nari-nari, teriak-teriak dan nyanyi ga jelas. Nakal sekali. Tentu saja tubuh ini tahu tempat dan waktunya. Kegiatan tersebut hanya dilakukan saat kondisi sepi dan sendirian. Luar biasa apa yang bisa dilakukan oleh orang yang bosan dan sendirian. Dan karena akhir-akhir sedang popular tarian Gangnam Style, otak saya tentu tak mau terisolasi dari tekanan pergaulan. Tubuh ini secara otoriter diperintahkan untuk meniru tarian gangnam style. Mata diperintahkan mengamati tingkah laku Psy di video klipnya lalu otak merekamnya secara fotografis. Dilakukan secara kontinyu sampai hafal.



Nah, beginilah tutorialnya: saat menari gunakan rumus hentakan kaki: 1-1-2-1-1-2. Pertama, sambil bersikap tangan seolah menarik tali kekang kuda, kaki dihentakkan secara bergantian. Kaki kanan 1 hentakan, kiri 1 hentakan lalu kanan 2 hentakan, kiri 1, kanan 1, dan terakhir kiri 2. Kemudian berganti dalam sikap memutar-mutar tali laso. Hentakannya masih sama, menggunakan rumus 1-1-2-1-1-2. Mudah sekali, kan? Nah, sekarang kalian bisa mencobanya di rumah. Jangan lupa sambil memutar lagunya untuk lebih menghayati.



Menurut penyanyinya, Psy: tarian Gangnam Style terinspirasi seperti sedang menunggang kuda. Saya sebenarnya lebih percaya jika dia bilang dia terinspirasi tarian ini karena ngambek dulu waktu kecil dia tak dibelikan mainan kuda-kudaan oleh orangtuanya. Atau saya juga akan percaya, seperti yang saya baca di novelnya Andrea Hirata yang mengutip tentang kesukaan seseorang tentang kuda, jika sebenarnya Psy menderita penyakit gila nomor lima: obsesi kompulsif terhadap kuda. Baiklah, tapi ini hak Psy untuk tak mengakuinya. Bukan wewenang ilmiah saya menentukan apakah Psy itu orang gila atau orang jenius kreatif.

Akhir-akhir ini sebenarnya saya juga sedang menunggu seseorang untuk secara kreatif memadu tarian Gangnam Style ini dengan tarian ala Kuda Lumping. Muatan Internasional digabung dengan muatan Lokal. Asyolole sekali paduan ini. Sama-sama kuda kan, jadi cocok lah. Saya menyebutnya tarian Gamping Style, akronim dari kata Gangnam ditambah Lumping. Dalam tarian Gamping Style ini ada tambahan adegan menari seolah-olah makan beling sambil tentu saja kaki dihentakkan dengan rumus 1-1-2-1-1-2. Tak lupa juga ekspresi kesurupan yang heboh dan ayunan pecutannya. Saya bergetar terharu membayangkan bagaimana indahnya tarian ini. Estetik, postmodern dan unik. Luar biasa. Coba sejenak kalian bayangkan, bung! CTAARRR!!

Sayangnya ternyata belum ada orang yang memiliki otak bekerja lebih dari 11 jam tiap hari yang melakukan tarian Gamping Style ini untuk kemudian menguploadnya ke Youtube. Saya yakin: 1 juta penonton bisa diraih secara singkat. Dan kalau beruntung, mungkin bisa masuk Guinness Book of Record.

Moral dari kisah Gangnam Style diatas yang bisa saya petik adalah betapapun aneh kebiasaan anda, kemaslah secara apik, frame yang unik dan dengan cara yang tepat. Orang akan lebih menghargainya dan terpukau karenanya. Olga Syahputra yang seorang lelaki punya kebiasaan aneh berupa berjalan ngondek dan cablak seperti perempuan, mampu mengemasnya dalam bentuk profesi pembawa acara TV. Ruhut sitompul yang punya kebiasaan aneh mengeluarkan komentar-komentar aneh mengemasnya dalam panggung anggota DPR. Dan kalau anda punya kebiasaan aneh berupa klepto, tirulah cara kemasan Gayus dan Nazaruddin. Mungkin anda membenci orang-orang yang saya sebutkan tadi, tapi mereka hanya orang-orang yang otak mereka sudah bekerja terlalu lama, lebih dari 11 jam.

Baiklah, contoh diatas mungkin contoh buruk. Saya tak bisa mencari contoh yang baik, mungkin ini juga disebabkan otak saya hari ini juga sudah bekerja lebihd dari 11 jam. Tapi Jikapun anda tak bisa mengemas kebiasaan aneh anda secara tepat lalu kemudian disalah pahami orang sekitar, jangan khawatir. Menurut WHO, sepertiga orang di dunia memiliki ciri-ciri yang cocok dengan orang yang memiliki penyakit kelainan mental. Jadi tak usah berkecil hati, anda tak gila sendirian.

NB : Jika anda belum yakin tentang teori otak melakukan hal aneh setelah bekerja lebih dari 11 jam, ingatlah seorang polisi bernama Norman Kamaru. Lihatlah  video rekamannya yang sedang menyanyi lip sync lagu Chaiya Chaiya. Saat itu setelah bosan melakukan patroli jaga seharian, saya percaya otak Norman Kamaru menyuruh tubuh dan mulutnya untuk berjoget dan menyanyi lagu India. Terbukti.

What I see on My Campus and about Students in there

What I see on My Campus and about  Students in there
Catatan saat menjadi mahasiswa semester 3



Kampus ini kecil. Maksudku jika dibandingkan dengan kampus-kampus negeri yang kutahu di Surabaya. Kampus ini bahkan tak lebih luas dibanding sekolah menengahku dulu. Taruhlah kau memasuki pintu pagar kampus. Di depan adalah pintu masuk utama. Di kananmu adalah bagian informasi kampus, kantor bank kecil, ATM dan ruangan-ruangan lain berkaitan dengan kampus. Di kiri kejauhan adalah masjid. Lalu langkahkan kakimu masuk beberapa meter, itu adalah lobby yang ditengahnya ada pilar kayu berisi LCD TV dan buku-buku.  disebelah kanan adalah kantor-kantor biasa dan ruangan computer. Di sebelah kiri juga berisi kantor-kantor, Fakultas Hukum dan FISIP serta ruangan rector dan wakil-wakilnya. Langkahkan kakimu lagi beberapa meter. Hanya ada madding-mading fakultas dengan bangku-bangku panjang dibawahnya. Keluar lagi, semacam tempat parkir tak resmi. Di sebelah kanan adalah perpustakaan dan tempat fotokopi dengan gazebo di depan gedungnya. Di sebelah kiri adalah kantin, sedang di depan ada kamar-kamar UKM dan BEM dengan ditengah-tengahnya adalah jalan menuju gedung lain. Arahkan kakimu ke jalan itu, disitu ada gedung fakultas keguruan dan psikologi. Itu saja luas kampus ini. Tapi disini ratusan mahasiswa, dosen dan pegawai kampus menjalani kehidupan akademisnya.,

Aku kerja sambil kuliah. Pagi kuliah, malam kerja. Pagi kerja, malam kuliah. Begitu terus dalam rutinitas teratur setahun ini. Suatu malam, setelah pulang kuliah, aku duduk di kantin. Disini entah kenapa menjadi tempatku biasa duduk-duduk sebelum pulang. Dekat dengan tempat parkir. Aku sebenarnya hendak melakukan aktivitas biasa: berselancar internet memanfaatkan wifi kampus. Tapi entah kenapa, aku bosan. Aku bosan bermain-main dengan barang elektronik. Aku ingin berinteraksi dengan manusia. Karena saat itulah, aku merasa lebih hidup. Ada perasaan dan pertanyaan tiba-tiba muncul saat aku duduk-duduk sendirian: “Apa sebenarnya yang kulakukan disini sih?”. Maksudku, bukannya aku tak punya tujuan. Rutinitas kerja kuliah ini adalah pilihanku dan keinginanku. Dan harusnya aku menikmatinya. Tapi tidak. Aku dilanda kebosanan. Tak tahu apa yang harus kulakukan, aku lalu menerawang dan memandangi mahasiswa yang lalu lalang. Beberapa sibuk dengan aktivitas UKM dan lainnya dalam perjalanan selesai kuliah. Meskipun aku lebih tertarik memperhatikan mahasiswi-mahasiswi cantik yang bersliweran, mungkin inilah sebabnya kantin menjadi salah satu tempat favoritku. Tempat ini satu dari beberapa spot strategis untuk cuci mata. Selain tentu area depan mading. (bergabunglah denganku jika cuci mata ada dalam tanda centang yang kalian isi dalam kertas daftar hobi). Aku memperhatikan semua mahasiswa ini. Apa yang sebenarnya mereka lakukan di kampus ini selain hanya kuliah. Aku berpikir, lalu aku mendengar seseorang yang ngobrol dengan temannya, “Kampus ini bisa jadi latihan berpolitik.”. itu dia, setiap mahasiswa memiliki cara pandang sendiri tentang kampus ini. Tentang bagaimana mereka kemudian menjalani kampus ini. Aku memikirkan dan mengingat-ingat semua teman-teman mahasiswa yang pernah kukenal dan kuamati. Bagaimana mereka memandang kampus ini? Iseng lalu kubuat beberapa kategori.

Mahasiswa yang memandang kampus sebagai praktek kegiatan berpolitik dan berorganisasi. Aktivis. Ciri-cirinya suka memakai jas almamater dan kadang bawa spanduk. Mereka terlihat dimana-mana dan disaat yang bersamaan sukar sekali ditemui saking sibuknya. Hampir aktivitas mereka dari pagi sampai malam hari dihabiskan di kampus. Mereka seolah-olah memiliki energy ekstra dibanding mahasiswa lain. Luar biasa. Tapi terkadang di saat bersamaan, aktivitas wajib perkuliahan mereka malah terbengkalai. Tapi di pundak merekalah, denyut nadi kegiatan kampus berjalan.

Mahasiswa yang memandang kampus sebagai tempat mengekspresikan diri. Kita lebih sering melihat mereka melakukan kegiatan UKM. (Maksudku benar-benar melakukan kegiatan UKM. Karena beberapa anggota UKM hanya sekedar menjadikan UKM tempat nongkrong). Saat ada aktivitas UKM, mereka juga terlihat sibuk seharian.

Mahasiswa yang memandang kampus sebagai kehidupan SMA kedua, tempat bermain-main, tempat mereka bertemu teman-teman untuk bercanda dan sebagainya. Mereka mengeluh saat ada tugas kuliah tambahan, senang saat tak ada dosen, dan lebih sering menghabiskan waktu di kelas untuk ngobrol atau jalan-jalan hang out ke luar kampus. Kebanyakan kelompok ini adalah mahasiswa pagi yang baru lulus SMA, masih alay dan labil. IPK mereka rata-rata. Di pikiran mereka hanya bersenang-senang , menyalahartikan kata mutiara dari Rhoma Irama: “Masa muda adalah masa yang berapi-api”. Facebook dan twitter adalah fitur wajib mereka yang mencatat segala pemikiran, perasaan dan aktivitas mereka. semacam diary sekaligus teman yang paling mengerti. Lebih mengerti daripada iklan pembalut yang mengaku mengerti wanita.

Mahasiswa yang memandang kampus sebagai rumah. Dan rumah tempat mereka sebenarnya malah hanya persinggahan. Ada kuliah atau tidak, ada kegiatan UKM atau tidak, mereka tetap akan pergi ke kampus dan/atau mbleset  jalan-jalan ke kota. Fifty-fifty. Mereka cenderung menganggap teman-teman mereka adalah keluarga sebenarnya. Mirip seperti kelompok sebelumnya di atas, hanya saja kelompok ini lebih tidak betah di rumah. Sering pulang malam. Mereka bahkan sering tidur di kampus. Cenderung menjurus remaja broken home. Dan jarang terlihat saat jam-jam kuliah, tapi sering terlihat saat tak ada perkuliahan. Emosi mereka membingungkan orang sekitarnya dan sering disalahpahami. Kalau kau tak pernah mendapat ilmu psikologi minimal 3 tahunb, jangan coba-coba memahami logika dan perasaan mereka karena kau akan berakhir seperti cowok yang coba memahami ceweknya yang sedang PMS dan kelaparan. Tapi kelompok ini patut mendapat simpati. Mereka hanya anak-anak muda yang kesulitan melalu fase menuju kedewasaan.
Mahasiswa yang memandang kampus sebagai tempat persinggahan. Kebanyakan kelompok ini adalah mahasiswa yang nyambi bekerja. Jadi waktu mereka sudah sangat sibuk. Kuliah hanya rutinitas biasa. Setelah perkuliahan selesai, batang hidung mereka akan langsung menghilang. Pulang untuk langsung bekerja atau pulang ke rumah untuk beristirahat. Kecepatan menghilang mereka hampir menyamai kecepatan PKL-PKL depan kampus saat menghindari patroli satpol PP.

Mahasiswa yang memandang kampus sebagai tempat menuntut ilmu. Golongan mahasiswa cerdas, kutu buku dan haus ilmu. Lebih sering terlihat di perpustakaan atau di depan laptop untuk mengerjakan tugas. (Meski untuk yang terakhir harus dilihat dulu di layar laptop mereka, karena mahasiswa yang tak masuk golongan ini hanya menampilkan halaman situs game, facebook atau bahkan situs yang menjadi teman akrab mereka melampiaskan hormon testoteron yang berlebih). Kelompok cerdas ini rajin mengumpulkan tugas-tugas kuliah dan IPK mereka tinggi. Mereka bisa menjadi teman potensial bagi mahasiswa tipe manapun yang tak terlalu antusias dengan tugas kuliah serta yang menganut paham: “Dosen hanya tipe orang-orang yang suka menghancurkan masa muda.”

Mahasiswa yang memandang kampus sebagai praktek kegiatan berbisnis. Menurut penelitian, kampus bisa menjadi tempat potensial untuk praktek belajar bisnis dan menjadi entrepreneur pemula. Dan kelompok ini percaya hal itu dan mulai bersiap-siap dari sekarang. Promosi produk dan bertransaksi adalah kegiatan wajib mereka. Mereka sadar, dunia sebenarnya adalah dunia di luar kampus. Dunia yang lebih kejam dari ibu tiri, bahkan lebih menjengkelkan dari di-PHP gebetan



Mahasiswa yang memandang kampus sebagai the sanctuary dari dunia luar, pelindung dari dunia kerja yang kejam. Kampus seperti suaka bagi mereka. Golongan ini kebanyakan adalah mahasiswa veteran yang tak lulus-lulus.  Hanya tinggal skripsi. Mereka terkesan takut meninggalkan dunia kampus yang nyaman lalu harus bekerja keras berdikari sendiri. Bertanya pada mereka urusan skripsi urusannya sama menanyakan tentang hal berat badan pada orang gemuk, masalah pacar pada jomblo, dan serta masalah “kapan kawin?” pada perawan tua dan bujang lapuk. Sungguh sangat tak sopan



Mahasiswa yang memandang kampus sebagai ladang ikan. Tipe mahasiswa pemburu. Anda tahu ungkapan,”Tenang, masih banyak ikan di lautan”. Benar, jika diibaratkan cewek adalah ikan, maka cowok adalah nelayan atau pemancing. Kelompok ini adalah kelompok idola aku. Kelompok yang memandang menggaet wanita adalah sebuah seni dan perayaan kehidupan. Mereka tetap rutin masuk kuliah meski sebenarnya tak begitu peduli dengan tugas dan perkuliahan jika itu tak berprospek dengan kehidupan seni bercinta mereka. Kelompok ini aku perhatikan ada dua macam. Kelompok Serigala dan Kelompok Elang. Kelompok serigala bereaksi dimanapun terlihat perempuan cantik di sekeliling mereka. Di dalam otak mereka bisa diimajinasikan kartun serigala dengan mata melotot, jantung dengan simbol hati berdetak keras maju mundur, lidah menjulur julur, bibir bersiul keras, dan kaki melompat-lompat saat melihat perempuan cantik ada dalam radar. Meski dari luar mereka tampak tenang.



Kelompok Elang cenderung tenang, cool dan misterius. Diam-diam mereka menyeleksi wanita cantik di sekeliling mereka, menentukan target sasaran, kemudian baru bergerak focus pada satu sasaran. Lebih elegan dari kelompok serigala. Dua-duanya paham bagaimana berinteraksi dengan cewek dan cara merebut perhatian mereka. Golongan ini sudah makan pengalaman ditolak, ditembak, memanipulasi dan diterima berbagai tipe cewek. Aku ingin sekali berguru dengan mereka.

Dalam kategori-kategori di atas, seorang mahasiswa bisa masuk dalam beberapa kategori sekaligus, tapi aku hanya mengambil ciri-ciri yang paling menonjol. Dan tentu saja ini hanya analisa sok tahu dari seorang mahasiswa jurusan komunikasi. Jadi CMIIW jika aku salah dan tambahkan jika ada beberapa kategori lagi.

Melihat orang-orang ini, aku merasa menonton cinema comes in reality. Aku takjub dengan mahasiswa-mahasiswa yang memiliki energy lebih berorganisasi dan suka menghabiskan waktu di kampus. aku keheranan dengan mahasiswa civitas of sanctuary. Aku terpukau dengan mahasiswa pebisnis. Aku maklum dengan golongan mahasiswa ababil. Aku merasa senasib dengan mahasiswa pekerja. Aku iri dan terpukau dengan mahasiswa pemburu ikan. Melihat mereka kemudian aku sadar. Aku juga harus punya tujuan sendiri, dan memang sudah. Aku sudah punya tujuan dan mimpi yang ingin kugapai. Tapi aku tak Menentukan jadwal, tak membuat deadline dan tak konsisten menjalankannya. Aku lalai. Karena itulah aku merasa bosan dan hampa. Aku sejenak lupa dengan tujuanku. Apa tujuanku? Pada saatnya kalian nanti akan tahu, dan kuharap saat itu aku bisa berbahagia membaginya bersama kalian.